tidak salah memohom maaf..
dan menberi kemaafan pada seseorang..
“Maaf kan aku bila aku bersalah” …. Demikian yang kita katakan bila kita merasa bersalah kepada seseorang. Dan kita telah menganggap bahwa kita telah melakukan perbuatan baik karena sebagai orang yang bersalah kita telah melakukan permohonan maaf terlebih dahaulu. Lain halnya jika kita berada pada posisi yang terzalimi, kita berharap orang yang berbuat zalim itu meminta maaf kepada kita, dan sering tidak terasa keluar ucapan yang menggelikan dari indahnya mulut kita : “Sampai kapanpun tidak akan pernah aku maafkan kesalahannya, karena begitu seringnya dia menyakitiku, biar tahu rasa dia karena Allah pun tidak akan memaafkan kesalahannya sebelum aku memaafkanya”.
Subhanallah ……!!! Benarkah demikian ? apakah orang yang bicara seperti itu tidak merasa kalau apa yang dibicarakannya telah melebihi apa yang dilakukan Tuhannya ? tidak tahukan dia Kalau Tuhannya itu maha Pemaaf ? tidak tahukah dia berita dari Al Qur’an yang menyatakan bahwa esensi maaf memaafkan dalam ajaran Islam bulanlah menjadi peminta maaf tetapi menjadi pemaaf, jika demikain simaklah peringatan Allah berikut ini :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya : “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh (Al Araf : 199)
Kalau harus menjadi pemaaf, maka jangan segan-segan untuk selalu senang memaafkan kesalahan orang-orang yang telah bersalah atau menzalimi kita, setidaknya ada empat tingkatan manusia yang memaafkan kesalahan orang lain, yaitu :
- Tinkatan pertama adalah tingkatan yang paling rendah, yaitu bila seseorang memafkan kesalah orang lain dengan catatan tertentu (imblan tertentu). Contoh : “ Saya maafkan kesalahanmu tapi tolong jangan diulang yah !”
- Tingkatan kedua, Dia akan memaafkan kesalahan orang lain lahir bathin jika orang yang bersalah itu meinta maaf. Seperti kata-katanya : “Saya akan maafkan kesalahannya baik lahir maupun bathin asalkan dia (orang yang bersalah) meminta maaf kepada saya”.
- Tingkatan ketiga, Tanpa minta maafpun dia akan memaafkan kesalahan orang yang berlaku zalim kepadanya. Seperti kata-katanya : “udah deh …. Semua kesalahan yang engkau lakukan telah aku maafkan …. Jauh sebelum engkau meminta maaf “
- Tingkat ke empat adalah tingkat paling tinngi, yaitu dia senantiasa dan telah memaafkan orang yang bersalah kepadanya tanpa imbalahan jauh sebelum orang itu meminta maaf bahkan mendo’akannya agar Allah mengampuni dosa-dosanya (dosa orang yang bersalah).
Ada suatu kisah, pada suatu masa, suatu hari setelah melaksanakan shlat berjamaah di Mesjid Nabi, Rasululullah SAW bersama para sahabatnya duduk santai di beranda Mesjid. Tiba-tiba Rasulullah saw bersabda, “hai sahabatku sebentar lagi akan dating kepadamu seorang ahli surga”. Sahabat bertanya, Siapakah gerangan orang itu ?. Rasul menjawab, saya tidak dapat menjelaskannya. Sekarang kalian saja. Beberapa saat kemudian datanglah seseorang berpakaian putih dan banyak debu sisa-sisa perjalanan panjang di padang pasir. Ia masuk ke dalam Masjid sambil mengucapkan salam, setelah itu ia melakukan shalat. Stelah shalat ia pamit untuk pulang. Para Sahabat menyelidiki lelaki itu, apa gerangan yang menyebabkan Rasulullah menyebutnya sebagai ahli surga. Namun para sahabat tidak melihat sesuatu kelebihan pada orang itu. Sahabat bertanya Kepada Rasulullah, apa kelebihan orang itu ya… Rasulullah ?, Rasulullah tidak memberikan jawaban. Kemudian Seorang Sahabat meminta izin Rasulullah untuk mengikuti orang itu dan Rasul memberikan izin.
Lelaki itu bertanya, mengapa engkau mengikutiku ? Sahabat menjawab : “Rasulullah menyebutmu sebagai ahli surga; aku dan para sahabat yang lain penasaran ingin tahu apa kelebihanmu”. Sahabat itu menginap beberap hari di rumah lelaki ahli surga itu , tetapi sahabat itu tidak menemukan satupun kelebihan lelaki ahli surga itu. Shalatnya hanya yang wajib, tidak melakukan shalat sunnah.
Karena merasa telah lama berada di rumah lelaki ahli surga itu dan tidak mendapatkan sedikitpun jawabannya akhirnya shabat itu bertanya kepada lelaki ahli surga itu : “Dapatkah anda menjelaskan kepadaku kelebihan amalanmu sehingga Nabi mengatakan engkau ahli surga”. Si Ahli surga menjawab : “Aku adalah orang biasa seperti orang awam pada umumnya akan tetapi sebelum tidur aku selalu memaafkan kesalahan orang lain kepadaku, sengaja atau tidak sengaja, tanpa memperdulikan apakah orang itu meminta maaf kepadaku atau tidak, kemudian aku doakan agar mereka yang bersalah kepadaku diampini dosanya oleh Allah SWT”.
Demikian sepanggal kisah tentang keagungan memaafkan kesalahan orang lain sehingga pelakunya disebut oleh Rasul sebagai Ahli Surga. Pemaaf adalah salah satu perilku yang sangat terpuji dalam Islam. Ada teori yang mengatakan bahwa perdamaian tidak akan tercapai dengan dengan melakukan pembalasan; perdamaian terwujud dengan memaafkan. Dan memaafkan akan memperbaiki relasi antara manusia. Pemaaf yang juga merupakan salah satu sifat Ketuhanan (sifat milik Allah) seyogyanya menjadi sifat muslim dan manusia pada umumnya.
Apakah diantara kita telah menjadi seorang pemaaf ?
Jika sudah, berada ditingkat berapakah kita ?
Wallahu ‘Alam
Salaaaaaaaaaam
Wallahu fii aunil abdi maa damal abdu fi auni akhikhi
Intanshurullah yanshurkum
Tiada ulasan:
Catat Ulasan